Ini cerpen sastra pertamaku. Ku persembahkan untuk siapapun yang tersadar dan tersentuh setelah membacanya . Selamat membaca J
Gelas
Bel pulang sekolah membangunkan Ani dari tidur pulasnya di bangkunya. Jam tangannya menunjukkan pukul 15.00 WIB. Ani hanya menjadikan sekolah sebagai tempat tidur dan bergaul. Tapi walaupun dia tidak pernah berteman dengan fisika, dia tidak pernah tinggal kelas. Itu semua akibat bapaknya adalah donator utama yang selalu menabah berat karung pundi-pundi sekolah itu. Teguran guru yang setiap hari mengingatkan agar Ani serius sekolah hanya menjadi angin lalu saja. Toh, belajar maupun tidak belajar dia tetap naik kelas.
Ani bergegas pulang ditemani gelas kosongnya yang hari ini tetap kosong. Ani pulang ke rumah, mungkin bukan rumah. Ani hanya menggunakan bangunan itu untuk makan, tidur, minta uang, menyuruh pembantu. Bukankah rumah adalah tempat kehangatan bersemayam di tengah indahnya keluarga? Namun kesibukan bapaknya mengurusi lumbung padi keluarganya hingga ke luar negeri membuatnya hidup sendiri dengan pembantu dan gelasnya. Membuat bangunan yang orang namakan rumah menjadikan rumah tersebut menjadi rumah bagi kesunyian dan ketidakpedulian. Sesampainya di sana, Ani merebahkan tubuhnya di atas kasur, untuk sejenak melepas lelah dan peluh.
Ani bermimpi, dia mendapati dirinya berada di sebuah pulau, tepatnya di tepian pantai. Dia mendapati tubuhnya hanya terbungkus angin dan tak nampak sehelai benang pun. Di sampingnya dia juga mendapati gelasnya yang masih tetap kosong. Kemudian, di kejauhan nampak seekor Buaya sedang mengarahkan matanya pada Ani. Buaya itu perlahan mendekati Ani dan merayapi tubuh Ani dan menjilati senti demi sentinya. Terkadang menggigiti tubuh Ani. Buaya itu siap memangsa mangsanya dengan liar. Buaya itu memangsa Ani, Ani berteriak. Teriakannya sangat keras, sehingga gelasnya menjadi retak. Namun anehnya, Ani tak merasakan sakit sedikitpun. Ani merasa nyaman. Buaya yang memakan Ani, melahap dengan rakus mangsa muda segar ini. Si buaya sangat rakus, hingga meneteskan air dari mulutnya ke tubuh Ani yang menetes ke gelasnya. Gelas situ sekarang terisi cairan keruh dan busuk. Namun, Ani tak mempedulikan sebusuk apapun baunya, dia sudah dihipnotis oleh Buaya yang membuatnya melayang ke angkasa. Ani merelakan saja dirinya dimangsa buaya itu. Setelah buaya itu puas menerkam mangsanya, dia lantas pergi meninggalkan mangsanya yang tergeletak di atas mega. Ani yang masih saja melayang di atas mega tersentak setelah mendengar dering jam, yang tak lain adalah alarm jamnya. Ani terbangun dan matanya tak lagi melihat pemandangan di pantai maupun di angkasa, namun pemandangan di kamarnya. Tak ada satupun pasir pantai yang terbawa, yang terbawa hanyalah gelas dengan cairan busuknya. Namun Ani tak pernah menumpahkan lagi isi gelasnya.
***
Selimut hitam telah mendekap langit. Bintang-bintang bersembunyi di balik lukisan alam. Angin malam mulai melangkah kesana kemari. Suara jangkrik ikut menambah sunyinya malam itu. Kendaraan dan mesin pun sudah tak ada yang bersuara lagi. Jarum jam menunjuk angka 1. Ani menggenakan dress minimnya, memoles wajahnya dengan pupur, memoles tubuhnya dari ujung rambut hingga ujung kaki. Rambutnya tergerai kruel halus bagai sutra, alisnya menukik bagai elang yang akan merendah, matanya biru bulat memancarkan cahaya kedewasaan wanita, bibirnya semerah delima membuatnya benar-benar cantik. Dia terus membenahi penampilannya agar terlihat lebih bersinar. Penampilannya benar-benar seperti ular.
Klakson mobil diluar rumah membuatnya menghentikan semuanya dan Ani masuk ke dalam mobil itu. Di dalam mobil itu, terdapat tiga ular yang tak kalah mulusnya dengan Ani. Ani dan ular-ular itu akan pergi ke sebuah kebun binatang malam. Sesampainya di sana, mereka sudah disambut berbagai jenis binatang, mulai dari serigala, buaya, harimau, ular, bajing, monyet bahkan ada keong. Benar-benar kebun binatang.Ani mulai beradaptasi dengan merubah dirinya agar terlihat benar-benar seperti seekor ular.
Serigala, buaya, harimau dan binatang lainnya mulai menyapanya dan mengajak Ani berpesta makan malam bersama. Daging asap, sayur dengan daun lima jari, bunga coca putih, dan minuman berwarna merah dan berbusa. Si serigala menyedot asap dari daging asapnya. Si Harimau menghirup bunga coca dari lubang hidungnya yang selalu basah. Semua terlihat sangat menikamti makanan-makanan itu, tak ketinggalan Ani. Ani mencoba melahap semua makanan itu. Sesekali serpihan kecil makanan jatuh ke gelasnya. Namun, anehnya makanan-makanan yang berwarna-warni itu menjadi hitam di gelasnya. Ditambah saat ia menuang minuman merah yang merubah air dalam gelasnya menjadi hitam. Padahal, bagi Ani, minuman itu membuat Ani mempunyai sayap sehingga dapat terbang ke angkasa, kali ini sedikit lebih rendah dari tempat yang dikunjunginya di mimpinya tadi.
Dia terlentang santai di atas kasur meganya yang lembut. Tiba-tiba serigala sudah berdiri didepannya membuat mereka semakin terbang tinggi. Ani terus saja memakan dan meminum menu makan malam di kebun bintang itu, hingga gelasnya sudah cukup sesak. Namun, Ani tidak mempedulikannya, mata, hati dan pikiran Ani sekarang hanya tertuju pada serigala di depannya.
Serigala itu menyentuh Ani persis seperti yang dilakukan buaya yang sempat mampir ke mimpi Ani. Mereka terbang tinggi, tinggi dan semakin tinggi. Tanah tak lagi terlihat, burung pun tak terlihat. Yang terlihat hanyalah kumpulan mega lembut dan cantik berubah menjadi mega yang kelabu. Ani terus meninggi, dia tak sadar, bagaimana cara ia akan turun? Bagaimana ia akan kembali ke tanahnya? Ia tak mempedulikan hal itu, karena sekarang Ani sedang berbahagia bersama serigala menikmati meganya yang semakin meninggi dan semakin kelabu.
Gelas Ani sudah penuh. Setelah cukup lama, serigala tiba tiba menghilang, kasur mega Ani tiba-tiba menipis, Ani tak tahu apa yang harus ia lakukan agar tak terjatuh. Tidak ada seorangpun disana untuk membantunya, tidak ada benda apapun selain elasnya yang sudah sangat oenuh dan sesak. Dia mendekap gelasnya yang sudah penuh dengan cairan hitam pekat lebih pekat dari kecap. Ani terjatuh dari tingginya mega kelabu. Ani terbanting di atas tanah yang sudah terlanjur kerontang. Dan gelasnya pecah. Isinya meluber kemana-kemana membuat semut-semut di sekitarnya mati terkena racun hitam pekat itu.Ani tersentak melihat gelasnya yang pecah. Ani tergeletak tidak berdaya. Ia ingin bangkit, namun tulang-tulangnya sudah patah dan hancur. Kakinya yang menopangnya sudah patah. Ia tidak bisa bangkit lagi. Gelas harapan dan masa depannya telah pecah. Ani memandang gelasnya yang pecah, berharap serpihan gelas itu dapat disatukan utuh kembali. Gela situ sangat berharga. Ani ingin gelasnya kembali dan ia berjanji akan mengisinya dengan apa-apa yang jernih dan menjauhkannya dari apa-apa yang kotor. Namun bangkit saja pun tak mampu. Semua sudah terlambat. Tangan kaki Ani sudah lumpuh. Mulut Ani tak lagi bisa berbicara. Hanya matanya yang masih dapat melihat, melihat kenyataan yang pahit ini. Dan telinganya yang hanya bisa mendengar suara penyesalan. Ani hanya bisa menunggu sebuah angin membawanya pergi, mengakhiri semuanya dengan tetap tergeletak tak berdaya bersama gelasnya.***
Malang, 9 Oktober 2011 pukul 18.00 WIB
(//Red-mardhika.blogspot.com)